
Radio internet yang juga dikenal sebagai web radio, net radio, streaming radio atau e-radio adalah layanan penyiaran audio yang ditransmisikan melalui internet. Penyiaran yang dilakukan melalui internet disebut sebagai webcasting karena tidak menular secara luas melalui sarana nirkabel. Radio internet memiliki sebuah media streaming yang dapat menyediakan saluran audio terus menerus dan tidak ada kontrol operasional penyiaran seperti media penyiaran tradisional pada umumnya. Banyak stasiun radio Internet yang berasosiasi dengan stasiun radio tradisional (bukan stasiun radio internet), namun bagi radio internet yang jaringannya hanya menggunakan internet dan tidak berasosiasi dengan radio tradisional, maka stasiun radionya bersifat independen dan tidak tergabung dalam perusahaan penyiaran manapun.
Sebagaimana dengan televisi dan radio, televisi internet dan radio internet yang berbasis web itu juga menyajikan video dan audio, namun dalam bentuk transmisi digital yaitu streaming. Dengan kemajuan teknologi internet dan juga makin besarnya bandwidth yang dapat digunakan, kualitas video dan audio streaming sekarang semakin meningkat dan juga lebih mudah diakses pengguna internet. Khususnya radio internet, sekarang perkembangannya makin pesat terutama karena sangat mudah dibuat.
Streaming, adalah cara dalam menyiarkan sebuah radio internet. streaming yaitu teknologi yang dapat menerima serta mengirim informasi dari satu pihak ke pihak lain menggunakan alat yang dapat menerima aliran media streaming tersebut juga. Teknologi streaming ini menggunakan lossy audio codec, yaitu program komputer yang berfungsi untuk mengkompres audio maupun video berdasarkan data yang diformat melalui streaming suara ke radio internet. Format audio streaming termasuk MP3, Ogg Vorbis, Windows Media Audio, RealAudio dan HE-AAC (kadang-kadang disebut aacPlus).
Cukup dengan pengetahuan sedikit tentang teknologi internet, individu atau perusahaan khususnya stasiun radio akan mudah membuat radio internet di web tanpa banyak kesulitan. Apalagi di internet, banyak situs yang menyajikan cara-cara pembuatannya termasuk situs Indonesia. Seperti yang dinyatakan oleh sebuah artikel bertajuk "Membuat Radio Internet" (27/12/07) di situs Kompas Cyber Media, bahwa jangan dibayangkan membuat radio internet akan dibutuhkan ratusan juta rupiah.
Cukup dengan pengetahuan sedikit tentang teknologi internet, individu atau perusahaan khususnya stasiun radio akan mudah membuat radio internet di web tanpa banyak kesulitan. Apalagi di internet, banyak situs yang menyajikan cara-cara pembuatannya termasuk situs Indonesia. Seperti yang dinyatakan oleh sebuah artikel bertajuk "Membuat Radio Internet" (27/12/07) di situs Kompas Cyber Media, bahwa jangan dibayangkan membuat radio internet akan dibutuhkan ratusan juta rupiah.
Pada umumnya semua perlengkapan termasuk software untuk membuat radio internet dapat dikatakan murah, bahkan bisa gratis. Konsenstrasi biaya pembuatan radio internet biasanya pada sewa server untuk audio streaming. Memang sewa server untuk adio streaming di Indonesia masih mahal, namun pembuat radio internet masih bisa menyewa server yang co-location (titip server di penyedia server). Oleh karena itu, siapapun bisa membuat radio internet karena tidak membutuhkan proses yang bertele-tele seperti radio biasa yang lebih rumit pendiriannya.
Kedengaran memang mudah untuk membuat radio internet, namun tidak demikian dengan mengelolanya terutama bagi radio internet yang menyiarkan musik dengan audio streaming. Sebagaimana dengan radio biasa, radio internet juga dihadapkan pada permasalahan hak cipta dan pembayaran royalti penyiaran musik khususnya lagu-lagu populer, tetapi terjadi perbedaan yang cukup signifikan lantaran perbedaan cara penyiaran (distribusi) lagu yang diputar itu. Jika di radio biasa, penghargaan hak cipta musik lebih mudah dilakukan dan lebih murah biayanya.
Dalam hal ini, Stasiun radio tradisional seperti Radio Prambors atau Radio Elshinta misalnya, radio internet tidak selalu merupakan ancaman bagi mereka. Malah radio internet bisa menjadi komplimen yang sangat mendukung bisnis radio mereka. Tidak hanya bisa memperluas pangsa pendengar, tetapi juga bisa memperluas segmen bisnis. Selain itu, iklan tak hanya bisa ditawarkan melalui media udara, tetapi bisa ditawarkan versi website. Bahkan radio internet bisa menjadi portal web sebagai kepanjangan radio tradisional.
Lagu dan musik yang diputar di radio biasa adalah broadcasting yang termasuk performing right sehingga cukup mudah pembayarannya dengan skema pembayaran royalti berdasarkan performing right tersebut. Mereka hanya perlu membayar secara flat royalti per lagu yang diputar saja karena tidak mungkin menghitung berapa jumlah pendengarnya. Tidak demikian dengan radio internet, distribusi lagu secara digital dengan streaming itu dihitung berapa jumlah pendengarnya melalui trafik internet-nya.
Tetapi karena keunikan teknologi internet tersebut, sebagaimana telah disebutkan di atas maka pendengar lagu streaming itu dapat dihitung jumlahnya berdasarkan trafik internet itu. Menurut situs populer wikipedia.com, berdasarkan hukum royalti hak cipta Amerika Serikat yaitu "Copyright Royalty and Distribution Reform Act of 2004" (efektif tahun 2005) melalui Dewan Royalti Hak Cipta Amerika Serikat (U.S. Copyright Royalty Board) mengatur bahwa setiap lagu melalui streaming yang didengar oleh pengguna internet akan dikenakan royalti.
April 2008 Sebuah survei menunjukkan bahwa, di Amerika Serikat, 3 dari 7 orang berusia 25-54 tahun mendengarkan radio internet setiap minggu. Hal ini menunjukan bahwa pada tahun 2008, tiga belas persen dari populasi Amerika mendengarkan radio online, lebih banyak dibanding pada tahun 2007, yaitu sebelas persen. Di dunia terdapat lebih dari 3000 stasiun radio internet yang ada, namun jumlah stasiun radio internet Indonesia hanya sekitar 70 buah. Penggunaan radio internet sebenarnya cukup mudah namun ada beberapa stasiun yang mengharuskan pengguna menginstal aplikasi RealPlayer di komputernya. Radio internet ini bisa didengarkan melalui melalui webcast, winamp, i-tunes ataupun win media player. Untuk yang bisa diputar di winamp bisa langsung klik urlnya atau salin url dan tambah url di playlist.
Sebagai ilustrasi, sebuah radio internet dengan 100 pendengar harus membayar 100 kali royalti setiap lagu yang diputar oleh radio tersebut. Sebagaimana telah disebutkan di atas, berdasarkan trafik internet, sangat mudah penghitungan jumlah pendengar lagu yang disiarkan radio internet, tidak seperti dengan pendengar radio tradisional yang tidak mungkin dihitung jumlahnya. Royalti yang dibayarkan oleh radio internet Amerika Serikat dipungut oleh organisasi non profit yang beranggotakan para label musik dan musisi pencipta lagu, Sound Exchange.
Organisasi tersebut ditunjuk oleh Dewan Royalti Hak Cipta Amerika Serikat sebagai satu-satunya lembaga pemungut royalti dari performing right secara digital (satelit dan internet). Oleh karena itu, telah ada kepastian hukum di Amerika Serikat yang melindungi hak cipta dan pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta lagu yang disiarkan oleh radio internet. Bagaimana dengan Indonesia? Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memang telah menjamin hak cipta bagi pemilik atau pemegang hak cipta.
Namun lantaran bunyi undang-undang tersebut masih umum, tidak mendetail sehingga terjadi kerancuan tentang siapa pemilik performing right sehingga berhak mendapat royalti darinya. Jika di luar negeri, pembayaran royalti untuk performing right secara tegas diberikan kepada pencipta lagu dan label musik yang merekam lagu tersebut. Biasanya royalti itu dibagi rata 50 persen antara pencipta dan label (Sumber: Wikipedia.com). Di Indonesia justru terjadi pertarungan antara pihak pencipta lagu yang diwakili oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) dengan pihak label musik yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) untuk memperebutkan performing right.
Yayasan KCI yang mewakili para musisi pencipta lagu merasa berhak memungut royalti secara langsung dari penggunaan lagu secara komersial oleh masyarakat umum seperti penyiaran melalui radio atau sebagai ringtone back misalnya karena termasuk performing right. Bagi mereka, performing right itu hak eksklusif yang dimiliki semata-mata pencipta lagu, tidak bisa dialihkan kepada label musik, begitulah dinyatakan secara tegas oleh musisi terkenal James F. Sundah, anggota Yayasan KCI dan juga anggota tim Perumus Revisi Undang-Undang Hak Cipta (Sumber: artikel hukumonline.com tertanggal 15/02/08).
Bagaimana dengan performing right di internet seperti penyiaran lagu melalui radio internet di Indonesia? Jika mengacu pada situs Yayasan KCI, maka pemungutan royalti atas penyiaran lagu melalui media radio internet pun menjadi mandat yayasan tersebut (Sumber: kci.org.id). Namun dalam situs tersebut tidak dijelaskan bagaimana tata cara pemungutan royalti atas penyiaran lagu oleh radio internet. Sehingga belum didapatkan gambaran jelas mengenai tata cara tersebut, apakah mengacu standar internasional seperti halnya standar Amerika Serikat atau standar lainnya.
Bagi pihak Yayasan KCI, label musik yang termasuk dalam kategori pemegang hak cipta karena merekam dan mengedarkan lagu pencipta itu hanya memiliki mechanical right sehingga hanya berhak memungut royalti dari penjualan dan perbanyakan rekaman lagu pencipta tersebut. Pihak ASIRI menentang pendapat pihak Yayasan KCI tersebut karena sebagaimana dinyatakan dalam artikel Hukumonline.com, menurut pendapat Prof. Hendra Tanoe Atmadja yang mewakili pihak ASIRI bahwa performing right telah beralih menjadi hak eksklusif pihak label musik begitu pencipta lagu menyerahkan lagunya untuk direkam dan diedarkan label tersebut Oleh karena itu, ASIRI merasa pihaknya yang berhak memungut royalti dari performing right tersebut, bukan Yayasan KCI.
ASIRI hanya mengakui bahwa pemungutan royalti atas performing right oleh Yayasan KCI dan musisi pencipta bisa dilakukan apabila lagu tersebut dipertunjukkan dalam pementasan-pementasan secara langsung (live show). Pertarungan memperebutkan hak pemungutan royalti berdasarkan performing right atas rekaman lagu tersebut melalui pengadilan negeri Jakarta Selatan itu akhirnya dimenangkan oleh pihak ASIRI melalui sebuah keputusan pengadilan pada 19 Maret 2008 yang lalu. Pihak Yayasan KCI pun tidak puas dan hendak naik banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
Bagaimana dampak keputusan hukum itu kepada radio internet Indonesia? Jika mengacu pada Pasal 1 ayat 5 UU Hak Cipta tersebut yang berbunyi "Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain" sehingga penyiaran lagu melalui media internet (radio internet) adalah termasuk performing right. Maka jika melihat pada keputusan pengadilan Jakarta Selatan itu, dapat ditafsirkan bahwa pihak label yang berhak memungut royalti atas penyiaran lagu oleh radio internet.
Masalahnya dengan rencana naik banding oleh Yayasan KCI, itu membuat keputusan pengadilan tersebut belum berkekuatan hukum penuh sehingga bisa terjadi kebingungan pihak radio internet di Indonesia untuk membayar royalti kepada pihak yang mana, Yayasan KCI atau ASIRI. Belum lagi tata cara pembayaran royalti lagu yang disiarkan oleh radio internet belum pernah diatur di Indonesia karena memang belum ada peraturan yang mengaturnya. Ketiadaan kepastian hukum itulah mengakibatkan resiko serius terjadinya pelanggaran hak cipta atas lagu-lagu Indonesia maupun mancanegara oleh radio internet Indonesia.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan hak cipta di Indonesia harus duduk bersama baik dari Yayasan KCI, musisi pencipta, ASIRI maupun pihak pemerintah untuk membicarakan jalan keluar untuk mengatasi pengaturan hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta secara tegas termasuk pembatasan yang jelas antara performing right dan mechanical right dengan cara revisi undang-undang hak cipta. Termasuk pula pengaturan pembayaran royalti yang mengacu pada standar internasional. Apabila masalah tersebut terselesaikan dengan baik, bukan tidak mungkin radio internet akan booming di Indonesia karena telah ada kepastian hukum.
Sebagaimana dengan televisi dan radio, televisi internet dan radio internet yang berbasis web itu juga menyajikan video dan audio, namun dalam bentuk transmisi digital yaitu streaming. Dengan kemajuan teknologi internet dan juga makin besarnya bandwidth yang dapat digunakan, kualitas video dan audio streaming sekarang semakin meningkat dan juga lebih mudah diakses pengguna internet. Khususnya radio internet, sekarang perkembangannya makin pesat terutama karena sangat mudah dibuat.
Streaming, adalah cara dalam menyiarkan sebuah radio internet. streaming yaitu teknologi yang dapat menerima serta mengirim informasi dari satu pihak ke pihak lain menggunakan alat yang dapat menerima aliran media streaming tersebut juga. Teknologi streaming ini menggunakan lossy audio codec, yaitu program komputer yang berfungsi untuk mengkompres audio maupun video berdasarkan data yang diformat melalui streaming suara ke radio internet. Format audio streaming termasuk MP3, Ogg Vorbis, Windows Media Audio, RealAudio dan HE-AAC (kadang-kadang disebut aacPlus).
Cukup dengan pengetahuan sedikit tentang teknologi internet, individu atau perusahaan khususnya stasiun radio akan mudah membuat radio internet di web tanpa banyak kesulitan. Apalagi di internet, banyak situs yang menyajikan cara-cara pembuatannya termasuk situs Indonesia. Seperti yang dinyatakan oleh sebuah artikel bertajuk "Membuat Radio Internet" (27/12/07) di situs Kompas Cyber Media, bahwa jangan dibayangkan membuat radio internet akan dibutuhkan ratusan juta rupiah.
Cukup dengan pengetahuan sedikit tentang teknologi internet, individu atau perusahaan khususnya stasiun radio akan mudah membuat radio internet di web tanpa banyak kesulitan. Apalagi di internet, banyak situs yang menyajikan cara-cara pembuatannya termasuk situs Indonesia. Seperti yang dinyatakan oleh sebuah artikel bertajuk "Membuat Radio Internet" (27/12/07) di situs Kompas Cyber Media, bahwa jangan dibayangkan membuat radio internet akan dibutuhkan ratusan juta rupiah.
Pada umumnya semua perlengkapan termasuk software untuk membuat radio internet dapat dikatakan murah, bahkan bisa gratis. Konsenstrasi biaya pembuatan radio internet biasanya pada sewa server untuk audio streaming. Memang sewa server untuk adio streaming di Indonesia masih mahal, namun pembuat radio internet masih bisa menyewa server yang co-location (titip server di penyedia server). Oleh karena itu, siapapun bisa membuat radio internet karena tidak membutuhkan proses yang bertele-tele seperti radio biasa yang lebih rumit pendiriannya.
Kedengaran memang mudah untuk membuat radio internet, namun tidak demikian dengan mengelolanya terutama bagi radio internet yang menyiarkan musik dengan audio streaming. Sebagaimana dengan radio biasa, radio internet juga dihadapkan pada permasalahan hak cipta dan pembayaran royalti penyiaran musik khususnya lagu-lagu populer, tetapi terjadi perbedaan yang cukup signifikan lantaran perbedaan cara penyiaran (distribusi) lagu yang diputar itu. Jika di radio biasa, penghargaan hak cipta musik lebih mudah dilakukan dan lebih murah biayanya.
Dalam hal ini, Stasiun radio tradisional seperti Radio Prambors atau Radio Elshinta misalnya, radio internet tidak selalu merupakan ancaman bagi mereka. Malah radio internet bisa menjadi komplimen yang sangat mendukung bisnis radio mereka. Tidak hanya bisa memperluas pangsa pendengar, tetapi juga bisa memperluas segmen bisnis. Selain itu, iklan tak hanya bisa ditawarkan melalui media udara, tetapi bisa ditawarkan versi website. Bahkan radio internet bisa menjadi portal web sebagai kepanjangan radio tradisional.
Lagu dan musik yang diputar di radio biasa adalah broadcasting yang termasuk performing right sehingga cukup mudah pembayarannya dengan skema pembayaran royalti berdasarkan performing right tersebut. Mereka hanya perlu membayar secara flat royalti per lagu yang diputar saja karena tidak mungkin menghitung berapa jumlah pendengarnya. Tidak demikian dengan radio internet, distribusi lagu secara digital dengan streaming itu dihitung berapa jumlah pendengarnya melalui trafik internet-nya.
Tetapi karena keunikan teknologi internet tersebut, sebagaimana telah disebutkan di atas maka pendengar lagu streaming itu dapat dihitung jumlahnya berdasarkan trafik internet itu. Menurut situs populer wikipedia.com, berdasarkan hukum royalti hak cipta Amerika Serikat yaitu "Copyright Royalty and Distribution Reform Act of 2004" (efektif tahun 2005) melalui Dewan Royalti Hak Cipta Amerika Serikat (U.S. Copyright Royalty Board) mengatur bahwa setiap lagu melalui streaming yang didengar oleh pengguna internet akan dikenakan royalti.
April 2008 Sebuah survei menunjukkan bahwa, di Amerika Serikat, 3 dari 7 orang berusia 25-54 tahun mendengarkan radio internet setiap minggu. Hal ini menunjukan bahwa pada tahun 2008, tiga belas persen dari populasi Amerika mendengarkan radio online, lebih banyak dibanding pada tahun 2007, yaitu sebelas persen. Di dunia terdapat lebih dari 3000 stasiun radio internet yang ada, namun jumlah stasiun radio internet Indonesia hanya sekitar 70 buah. Penggunaan radio internet sebenarnya cukup mudah namun ada beberapa stasiun yang mengharuskan pengguna menginstal aplikasi RealPlayer di komputernya. Radio internet ini bisa didengarkan melalui melalui webcast, winamp, i-tunes ataupun win media player. Untuk yang bisa diputar di winamp bisa langsung klik urlnya atau salin url dan tambah url di playlist.
Sebagai ilustrasi, sebuah radio internet dengan 100 pendengar harus membayar 100 kali royalti setiap lagu yang diputar oleh radio tersebut. Sebagaimana telah disebutkan di atas, berdasarkan trafik internet, sangat mudah penghitungan jumlah pendengar lagu yang disiarkan radio internet, tidak seperti dengan pendengar radio tradisional yang tidak mungkin dihitung jumlahnya. Royalti yang dibayarkan oleh radio internet Amerika Serikat dipungut oleh organisasi non profit yang beranggotakan para label musik dan musisi pencipta lagu, Sound Exchange.
Organisasi tersebut ditunjuk oleh Dewan Royalti Hak Cipta Amerika Serikat sebagai satu-satunya lembaga pemungut royalti dari performing right secara digital (satelit dan internet). Oleh karena itu, telah ada kepastian hukum di Amerika Serikat yang melindungi hak cipta dan pembayaran royalti kepada pemegang hak cipta lagu yang disiarkan oleh radio internet. Bagaimana dengan Indonesia? Undang-undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta memang telah menjamin hak cipta bagi pemilik atau pemegang hak cipta.
Namun lantaran bunyi undang-undang tersebut masih umum, tidak mendetail sehingga terjadi kerancuan tentang siapa pemilik performing right sehingga berhak mendapat royalti darinya. Jika di luar negeri, pembayaran royalti untuk performing right secara tegas diberikan kepada pencipta lagu dan label musik yang merekam lagu tersebut. Biasanya royalti itu dibagi rata 50 persen antara pencipta dan label (Sumber: Wikipedia.com). Di Indonesia justru terjadi pertarungan antara pihak pencipta lagu yang diwakili oleh Yayasan Karya Cipta Indonesia (KCI) dengan pihak label musik yang tergabung dalam Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI) untuk memperebutkan performing right.
Yayasan KCI yang mewakili para musisi pencipta lagu merasa berhak memungut royalti secara langsung dari penggunaan lagu secara komersial oleh masyarakat umum seperti penyiaran melalui radio atau sebagai ringtone back misalnya karena termasuk performing right. Bagi mereka, performing right itu hak eksklusif yang dimiliki semata-mata pencipta lagu, tidak bisa dialihkan kepada label musik, begitulah dinyatakan secara tegas oleh musisi terkenal James F. Sundah, anggota Yayasan KCI dan juga anggota tim Perumus Revisi Undang-Undang Hak Cipta (Sumber: artikel hukumonline.com tertanggal 15/02/08).
Bagaimana dengan performing right di internet seperti penyiaran lagu melalui radio internet di Indonesia? Jika mengacu pada situs Yayasan KCI, maka pemungutan royalti atas penyiaran lagu melalui media radio internet pun menjadi mandat yayasan tersebut (Sumber: kci.org.id). Namun dalam situs tersebut tidak dijelaskan bagaimana tata cara pemungutan royalti atas penyiaran lagu oleh radio internet. Sehingga belum didapatkan gambaran jelas mengenai tata cara tersebut, apakah mengacu standar internasional seperti halnya standar Amerika Serikat atau standar lainnya.
Bagi pihak Yayasan KCI, label musik yang termasuk dalam kategori pemegang hak cipta karena merekam dan mengedarkan lagu pencipta itu hanya memiliki mechanical right sehingga hanya berhak memungut royalti dari penjualan dan perbanyakan rekaman lagu pencipta tersebut. Pihak ASIRI menentang pendapat pihak Yayasan KCI tersebut karena sebagaimana dinyatakan dalam artikel Hukumonline.com, menurut pendapat Prof. Hendra Tanoe Atmadja yang mewakili pihak ASIRI bahwa performing right telah beralih menjadi hak eksklusif pihak label musik begitu pencipta lagu menyerahkan lagunya untuk direkam dan diedarkan label tersebut Oleh karena itu, ASIRI merasa pihaknya yang berhak memungut royalti dari performing right tersebut, bukan Yayasan KCI.
ASIRI hanya mengakui bahwa pemungutan royalti atas performing right oleh Yayasan KCI dan musisi pencipta bisa dilakukan apabila lagu tersebut dipertunjukkan dalam pementasan-pementasan secara langsung (live show). Pertarungan memperebutkan hak pemungutan royalti berdasarkan performing right atas rekaman lagu tersebut melalui pengadilan negeri Jakarta Selatan itu akhirnya dimenangkan oleh pihak ASIRI melalui sebuah keputusan pengadilan pada 19 Maret 2008 yang lalu. Pihak Yayasan KCI pun tidak puas dan hendak naik banding ke pengadilan yang lebih tinggi.
Bagaimana dampak keputusan hukum itu kepada radio internet Indonesia? Jika mengacu pada Pasal 1 ayat 5 UU Hak Cipta tersebut yang berbunyi "Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain" sehingga penyiaran lagu melalui media internet (radio internet) adalah termasuk performing right. Maka jika melihat pada keputusan pengadilan Jakarta Selatan itu, dapat ditafsirkan bahwa pihak label yang berhak memungut royalti atas penyiaran lagu oleh radio internet.
Masalahnya dengan rencana naik banding oleh Yayasan KCI, itu membuat keputusan pengadilan tersebut belum berkekuatan hukum penuh sehingga bisa terjadi kebingungan pihak radio internet di Indonesia untuk membayar royalti kepada pihak yang mana, Yayasan KCI atau ASIRI. Belum lagi tata cara pembayaran royalti lagu yang disiarkan oleh radio internet belum pernah diatur di Indonesia karena memang belum ada peraturan yang mengaturnya. Ketiadaan kepastian hukum itulah mengakibatkan resiko serius terjadinya pelanggaran hak cipta atas lagu-lagu Indonesia maupun mancanegara oleh radio internet Indonesia.
Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak-pihak yang berkepentingan dengan hak cipta di Indonesia harus duduk bersama baik dari Yayasan KCI, musisi pencipta, ASIRI maupun pihak pemerintah untuk membicarakan jalan keluar untuk mengatasi pengaturan hak-hak pencipta dan pemegang hak cipta secara tegas termasuk pembatasan yang jelas antara performing right dan mechanical right dengan cara revisi undang-undang hak cipta. Termasuk pula pengaturan pembayaran royalti yang mengacu pada standar internasional. Apabila masalah tersebut terselesaikan dengan baik, bukan tidak mungkin radio internet akan booming di Indonesia karena telah ada kepastian hukum.